Sekretaris Eksekutif Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru (SNPMB) Bekti Cahyo Hidayanto mengatakan sebanyak 3 ribu sekolah dengan 70 ribu-an siswa tidak bisa ikut Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP). “Umumnya, masalahnya karena (sekolah) terlambat memasukkan nilai ke sistem kami,” ujarnya saat sosialisasi jalur penerimaan mahasiswa baru Universitas Padjadjaran (Unpad) secara daring, Jumat, 10 Februari 2023.
Menurut Bekti, Tim SNPMB telah memberikan waktu selama satu bulan, sejak 9 Januari hingga ditutup 9 Februari 2023 pukul 15.00 WIB. Tim meminta sekolah untuk melakukan pengisian Pangkalan Data Sekolah dan Siswa atau PDSS, di antaranya termasuk nilai rapor siswa yang layak mendaftar untuk seleksi berdasarkan prestasi akademik itu.
Baca Juga: Kampus Negeri Terbaik di Tangerang Selatan
Tiga hari sebelum penutupan kemarin, kata Bekti, jumlah sekolah yang mempermanenkan datanya baru sepertiga. Selebihnya atau dua per tiga sekolah, berusaha mengirimkan data permanen nilai rapor siswa menjelang tenggat hingga kesulitan mengakses sistem. “Semuanya berebutan sekolah mau mengisi padahal nilainya banyak,” kata dia.
Alasan sekolah, menurut Bekti, karena mereka belum selesai mengisikan nilai siswa. Padahal, kata dia, sekolah telah memberikan rapor bagi siswa sejak dari semester I hingga V yang berakhir pada Desember 2022. “Kok belum jadi, masih buat nilai lagi,” ujarnya.
Masalah seperti itu, kata Bekti, kerap kali terjadi. Sekolah membuat rapor lagi untuk seleksi masuk perguruan tinggi negeri. Setiap tahun, ujar Bekti, selalu ada sekolah yang tidak bisa ikut mendaftar karena alasan serupa.
Baca Juga: Jadwal UTBK SBMPTN 2023
Bekti mengatakan SNBP yang sebelumnya disebut SNMPTN, sekarang ini dipertegas aturannya. Sesuai aturan terbaru, semua nilai mata pelajaran yang diterima di SMA dianggap sama. “Tidak ada mata pelajaran yang dianggap lebih penting dari yang lain, jadi semua harus diambil dan dirata-rata,” katanya.
Dalam seleksi, porsi nilai rapor itu minimal 50 persen. Sementara di sisi lain, kata Bekti, nilai rapor seorang siswa di suatu sekolah dengan siswa di sekolah lain tidak bisa dibandingkan. Juga pada siswa satu jurusan namun beda kelas dengan guru yang juga berbeda. “Tambah semakin maraklah upgrade nilai,” katanya.
Bekti mengakui ada sejumlah sekolah terutama sekolah negeri yang tidak memiliki tim khusus teknologi informasi untuk memasukkan data-data sekolah ke sistem seleksi penerimaan mahasiswa baru perguruan tinggi negeri.
Tugas itu, akhirnya diserahkan ke guru yang senior. Mereka perlu bekerja keras untuk memahami sistem memasukkan data. Akibatnya, kata Bekti, terjadi kesalahan data yang bisa merugikan sekolah dan siswa.
Sumber: Tempo